PUT LAKA’A/PUTAK LAKA, Sagu Khas dari NTT Bahan utama:Put Laka’a terbuat dari tepung yang diolah dari intisari batang pohon Gewang (Corypha Utan). Cara membuat Put Laka’a/Putak Laka:1. Ambil serpihan intisari batang pohon gewang. Serpihan-serpihan tersebut dijemur sekitar 3 jam untuk mengurangi kadar air2. Setelah cukup kering dan keras, serpihan tersebut ditumbuk hingga halus untuk memisahkan tepung dan seratnya (masyarakat Pulau Timor menggunakan lesung dalam proses ini)3. Setelah halus, tambahkan air pada tepung, larutkan dan rendam semalaman agar tepung mengendap. Endapan tepung itulah yang akan digunakan sebagai adonan pembuatan Put Laka’a4. Pisahkan air dan endapan (adonan). Ambil adonan dan uleni hingga kalis dan mengeras kembali, kemudian dibentuk bulatan seukuran buah kelapa (opsional)5. Panaskan di dekat tungku selama kurang lebih 8 jam6. Adonan yang sudah jadi kemudian dihancurkan dan dicampur dengan kelapa parut atau tumbukan kacang hijau7. Adonan Put Laka’a kemudian diratakan dan dipanggang di atas batu gepeng atau gerabah atau plat besi panas sambil menumpuk plat panas yang sama dari atas adonan sekitar 30 detik sampai 1 menit8. Put Laka’a siap dihidangkan selagi hangat. Cerita tentang Put Laka’a/Putak Laka:Put Laka’a adalah jajanan istimewa yang selalu dinantikan kedatangannya di rumahku. Adonan setengah jadi yang dibeli Mama akan disulap menjadi kue lezat di atas batu pelat. Rasanya yang khas mirip dengan dadar gulung versi agak alot dan kenyal. Aroma lembutnya berpaduan dengan wangi parutan kelapa yang dibakar. Sambil memanggang, Mama seringkali bercerita tentang masa kecilnya, bagaimana nasi dan jagung dianggap makanan mewah yang hanya disantap orang kaya. Put Laka’a tumbuh dengan stigma sebagai makanan orang miskin, simbol paceklik. Kenangan masa lalu itu membuat Put Laka’a menjadi lebih dari sekadar makanan. Kue ini membawa cerita tentang perjuangan dan kesederhanaan. Namun, seiring berjalannya waktu, Put Laka’a mulai dilupakan. Proses pembuatannya yang cukup lama dan rasa yang dianggap monoton membuat kue ini semakin jarang ditemui. Apalagi, proses pengambilan intisari pohon Gewang yang menjadi bahan utamanya juga tidak dilestarikan. Hati ini tergerak untuk melestarikan warisan leluhurku. Pertengahan tahun 2022, aku berupaya menginovasi Put Laka’a agar bisa dinikmati oleh semua orang, tanpa terkecuali. Aku mulai berkreasi dengan menambahkan berbagai macam selai buah, berharap bisa menciptakan rasa baru yang lebih disukai. Akun Instagram @putakku_official digunakan untuk memperkenalkan Put Laka’a kepada lebih banyak orang. Sayangnya, usahaku saat itu belum membuahkan hasil yang diharapkan. Tulisan ini adalah bagian dari kampanye #AllYouCannotEat, yang mengangkat pentingnya kedaulatan pangan.Penulis: Godelfridus Maulaku (Changemaker WeSpeakUp.org)Konten ini diproduksi dengan dukungan Internews Earth Journalism Network.