Berkenalan Dengan Gembili Dalam Nasi Goreng Gembili Sambal Petai
Gembili bukan nama yang populer dalam jajaran umbi-umbian. Jenis tumbuhan yang bentuknya menyerupai ubi jalar ini memang jarang ditemui di pasaran apalagi ditemukan dalam bentuk produk olahan pangan. Padahal jika dilihat dari kandungan gizinya, umbi gembili sangat mungkin diolah sebagai salah satu variasi atau alternatif pangan, selain beras.
Di episode kedua podcast Planet Plate, kami mencoba membuktikan hal itu. Berbekal tepung gembili yang berhasil kami temukan di salah satu toko daring, kami coba mengolahnya menjadi buliran seperti beras lalu mengolahnya dalam resep Nasi Goreng Gembili Sambal Petai. Dan hasilnya, tidak mengecawakan!
Nah, ngomong-ngomong soal beras, pangan pokok yang banyak dikonsumsi masyarakat kita saat ini produksinya disebut semakin terancam di tengah kekeringan ekstrem. Hal itu dikarenakan tanaman padi membutuhkan banyak air selama fase pertumbuhannya. Perubahan iklim membuat puluhan ribu hektare lahan padi terancam gagal panen sebab terkena banjir ataupun kekeringan.
Penurunan produksi beras akibat kemarau berkepanjangan telah meningkatkan harga beras hingga rata-rata harganya mencetak rekor baru. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), per bulan Februari lalu, harga beras eceran mencapai Rp 15.157 per kilogram. Kemarau panjang atau El Nino telah menggerus 16,48 persen luas panen padi. Tahun lalu, luas panen padi mencapai 4,21 juta ha. Kini menyusut menjadi 3,52 juta ha.
Menurut Dosen Prodi Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Ica Wulansari dalam podcast Planet Plate, pangan pokok di Indonesia perlu didiversifikasi demi menghadapi krisis beras. Salah satu pangan lokal khas Indonesia Timur yang punya potensi menjadi alternatif dari beras adalah gembili. Alasannya, gembili memiliki kandungan karbohidrat sebesar 27-37 persen.
Umbi gembili ukurannya sebesar kepalan tangan orang dewasa, berwarna cokelat muda dan berkulit tipis. Dengan ukuran relatif kecil dan permukaan lunak, gembili dapat dikukus tanpa dikupas terlebih dahulu. (Shutterstock)
“Sebenarnya gembili ini dari berbagai penelitian juga penggunaan airnya nggak terlalu sebanyak beras, sehingga berpeluang untuk menjadi pangan lokal yang bisa didiversifikasi selain pangan beras,” ujar Ica kepada Chef Aziz Amri.
Gembili sendiri masih bisa ditemukan khususnya di Merauke, Papua. Suku Kanume memandang gembili sebagai tanaman sakral untuk acara adat. Gembili bisa direbus, dikukus, digoreng, dan dibakar. Tanaman ini juga kaya akan manfaat kesehatan, seperti bisa menurunkan total kolesterol, mengandung anti-kanker, dan menurunkan kadar glukosa darah.
Sayangnya, kebijakan berasisasi yang dilakukan sejak zaman Orde Baru membuat masyarakat Indonesia bergantung pada beras. Padahal di setiap wilayah Indonesia punya pangan lokal yang biasa tumbuh di sana. Selain itu, terdapat persepsi bahwa beras merupakan “kasta tertinggi” dari pangan, dibandingkan pangan lokal lain seperti sagu dan gembili. Pemikiran ini justru akan merugikan warga lokal itu sendiri.
Nasi goreng gembili sambal petai, salah satu olahan gembili. (KBR/Hafizh Dhiyaulhaq)
“Tahun kemarin misalnya, kejadian kelaparan di Yahukimo. Itu kan kejadian yang menurut saya kelaparan itu seharusnya tidak terjadi. Tapi aksesibilitas itu kemudian menjadi terbatas karena tadi pangannya dibikin ekslusif,” jelas dosen sekaligus peneliti sosial-ekologi itu.
Perubahan iklim semakin mendesak berbagai pihak untuk mulai mengambil aksi supaya pangan lokal kita berkelanjutan. Dalam penelitian Ica yang membahas bagaimana petani beradaptasi terhadap perubahan iklim, ia memaparkan bahwa petani memiliki pengetahuan tentang perubahan iklim, hanya saja menggunakan interpretasi mereka sendiri. Seperti petani di Indramayu, mereka mengenal istilah ceracak.
“Ceracak itu misalnya dalam beberapa waktu, ketika musim hujannya itu jarang, ada hujan tapi cuma 1 hari 2 hari, kemudian tidak ada hujan lagi dalam waktu seminggu atau dua minggu. Jadi mereka punya kehati-hatian untuk tidak bertanam,” kata Ica.
Tak hanya petani, masyarakat juga diharapkan bisa ikut berkontribusi dengan mulai mengonsumsi pangan lokal selain beras, seperti gembili. Hal ini akan mendorong petani untuk melihat peluang keuntungan dalam memproduksi pangan lokal. Apalagi gembili sangat berpotensi untuk dibudidayakan di daerah Jawa, Madura, Bali, dan Sulawesi bagian selatan.
“Barangkali kita ke depan menghadapi krisis kekeringan panjang sehingga menyebabkan produksi berasnya menurun secara drastis, kita udah nggak ketakutan lagi. Kita sudah punya pangan pokok lainnya,” pesan Ica.
***
Dengarkan podcast Planet Plate episode Nasi Goreng Gembili Sambal Petai bersama Chef Aziz Amri dan Dosen Prodi Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Ica Wulansari di sini. Kamu juga bisa ikut memasak ulang dengan mengikuti panduan resep ini.
Kamu juga bisa mengirimkan foto dan cerita pengalaman hasil memasak resep ini ke sini.